Sejarah Tradisi Makan Salah Tangerang

Tradisi Makan Salah adalah tradisi yang lahir dari masyarakat pesisir Tangerang, masyarakat ini adalah etnis campuran antara suku Suunda dan Betawi

Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Tradisi yang unik ini.

Tradisi Makan Salah 

nama itu mungkin terdengan sangat aneh, tetapi Tradisi ini memiliki makna yang dalam bagi masyarakat pesisir utara Tangerang.


Di negara indonesia banyak sekali terdapat kebudayan dan tradisi lokal yang terbilang cukup unik tapi di balik keunikanya terdapat makna kehidupan yang ketika di hayati terdapat pembelajaran bagi kehidupan kita, salah satunya adalah tradisi “Makan Salah”, yakni tradisinya masyarakat pesisir utara kab. Tangerang khususnya di kec. Teluk naga, Kec. Kosambi, kec. Pakuhaji dan sekitarnya.


Pelaksanaan Makan Salah

Makan Salah adalah tradisi yang di laksanakan ketika malam presepsi pernikahan(hajatan) bisanya di laksanakan pada sekitar jam 22.00-23.00 dengan cara mengirimkan doa kepada ahli kubur atau bertawasul dan di sediakan nasi congcot atau tumpeng(nasi yang di bentuk menyerupai kerucut/limas).

Tata cara pelaksanaanya adalah kedua mempelai pengantin duduk bersama di kursi yang didepanya terdapat meja panjang yang sudah di siapkan, lalu di atas meja di siapkan nasi tumpeng(nasi saja tampa lauk tambahan di sekitar nasi), nasi tumpeng ini di sediakan di depan pasangan mempelai pengantin.

Setelah itu di lanjutkan dengan bacaan doa-doa atau tawasul yang di pimpin oleh seorang ustadz atau pemuka agama, yang unik dari tradisi ini adalah ketika pembacaan doa selesai tepatnya yaitu ketika semua orang di situ mengucapkan amin ya robbal alamin maka serentak pasangan mempelai pengantin tersebut berebut atau saling cepat mengambil ujung nasi tumpeng yang sudah di siapkan di awal.

Siapapun yang mendapatkan ujung nasi tumpeng tersebut, harus menyuapi pasanganya, misalnya jika pengantin pria yang mendapatkannya maka harus menyuapi pengantin wanitanya, begitu juga sebaliknya.


Filosofi Makan Salah


Tradisi makan salah ini adalah sebagai wujud syukur atas kelancaran acara pesta perkawinan(hajatan) dan juga sebagai ajang makan bersama antara keluarga pengantin pria dan keluarga pengantin wanita(besanan) sebagai perekat antara keluarga besan.


Di namakan Makan Salah menurut para penduduk karna zaman dahulu tradisi itu di laksanakan zam 24.00 dimana pada zaman itu belum ada pencahayaan yang terang.

Jadi ketika prosesi saling menyuapi antara mempelai pengantin sering terjadi salah menyuapi(seharusnya ke mulut malah ke hidung), Ada juga mitos dari kalangan masyarakat bahwa diantara kedua mempelai pengantin yang berhasi mendapatkan ujung dari nasi tumpeng(congcot) itulah yang akan mendapatkan rizki yang paling besar.

Tradisi makan salah ini sudah ada dari zaman dahulu hingga sekarang masih dipertahankan, banyak sekali di jumpai di acara pesta pernikahan orang asli pesisir utara kab. Tangerang khusus nya di kec. Teluk naga, Kec. Kosambi, kec. Pakuhaji dan sekitarnya.