Jejak Tan Malaka di Bayah Terlengkap

Jejak Tan Malaka di Bayah Terlengkap
Tugu romusha dan Tan Malaka di Bayah

Jejak Tan Malaka di Bayah menjadi jejak tempat persembunyiannya yang terakhir, jejaknya ditandai dengan dibangunya sebuah tugu yang diberinama Tugu Romusha.

Nah pembahasan kita kali ini mengenai :

Jejak sejarah Tan Malaka di Bayah

Di Bayah Tan malaka menyamar sebagai pegawai perusahaan Jepang dengan nama Ilyas Husein, untuk menghindari tentara Jepang.

Perjalanan Tan Malaka Ke Bayah

Pada bulan Juni 1943 dari terpencil di pesisir Selatan Pulau Jawa yaitu daerah Bayah kedatangan seorang pembesar negara Indonesia yaitu bapak republik Tan Malaka, tetapi kedatangannya tersebut ia lebih dikenal dengan nama Ilyas Husein oleh masyarakat Bayah.

Tan Malaka Bekerja di Bayah sebagai staf kantor Sosial, yang mana perusahaan tersebut waktu itu sedang membutuhkan karyawan, Tan Malaka pun melamar pekerjaan disana tampa Ijazah dan mengaku lulusan sekolah MULO atau setara SMA dan pernah menjadi juru tulis di Singapura, karena kecerdasan dari seorang Tan Malaka ia diterima oleh perusahaan tersebut.

Tan Malaka ke Bayah menggunakan kereta api dari Tanah Abang menuju Saketi, dari Saketi ia menggunakan truk untuk melanjutkan perjalanannya menuju Bayah, sampai di Bayah ia menyewa salah satu rumah warga atau saung, yaitu sebuah gubuk kecil yang terbuat dari bambu.

Kehidupan Tan Malaka di Bayah

Kehidupan Tan Malaka di Bayah ia senantiasa menggunakan celana pendek, kemeja, kaos panjang, helm tropis dan tongkat, berbeda dengan masyarakat Bayah lainya ia selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapannya sehari-hari, sedangkan masyarakat Bayah menggunakan Bahasa Sunda.

Tan Malaka diketahui sering menjelajahi daerah-daerah pelosok di Bayah tak terkecuali Pulo Manuk daerah yang paling ditakuti orang termasuk Jepang, karena disana sedang mewabah penyakit sentri, malaria dan kudis.

Didalam pekerjaan Tan Malaka sebagai karyawan disuatu perusahaan milik Jepang, ia kerap kali diminta mendata para pekerja Romusha di tambang batu bara.

dia mencatat setiap bulanya ada 500 an romusha meninggal, selain mencatat ia juga kerap kali mengunjungi lokasi tambang batu bara tempat para romusha bekerja bahkan sampai memasuki trowongan para penambang sambil menasehati mereka akan pentingya menjaga kesehatan.

Tan Malaka di kenal para romusha sebagai seorang yang baik bahkan tidak jarang ia juga sering memberikan makanan kepada para romusha yang ia beli dari hasil gajinya.

Gerakan Tan Malaka di Bayah

Pada suatu hari Tan Malaka mencoba membuat sebuah gerakan para pemuda untuk membantu romusha memperbaiki hidup mereka, ia pun mencetuskan untuk mendirikan dapur umum bagi para romusha, serta membangun rumah sakit di desa Cikaret kec. Bayah.

Baca Juga :
Jejak Keganasan Laskar Bambu Runcing Di Banten Selatan

Selain membuat dapur umum dan rumah sakit, Tan Malaka juga membuka lahan untuk di tanami sayur-sayuran dan buah-buahan di kampung Tegal Lumbu, gerakan Tan Malaka di bayah semakin besar ketika ia diangkat sebagai Ketua Badan Pembantu Keluarga organisasi sosial yang bergerak dalam bidang membantu para tentara PETA.

Dengan menduduki jabatanya itu Tan Malaka menjadi lebih leluasa dalam membuat gerakan-gerakanya di Bayah, salah satu kegiatan masyarakat yang ia adakan adalah seperti mengadakan kompetisi sepak bola antar kampung dan panggung sandiwara sebagai hiburan bagi masyarakat Bayah.

Dalam hal pertunjukan sandiwara, para pemainnya terdiri dari masyarakat lokal yang dilatih secara khusus oleh pelatih yang di minta oleh Tan Malaka, sedangkan untuk tim sepak bola bikinannya bahkan sampai sempat bertanding di kejuaraan Rangkas Bitung, tim sepak bolanya itu di namai Pantai Selatan.
Dikarenakan tim sepak bola bentukannya itu berhasil mengalami kemajuan yang begitu pesat, Tan Malaka pun mempunyai gagasan untuk membangun lapangan sepak bola untuk tim sepak bola Bayah, dan kini lapangan tersebut sudah berubah menjadi terminal Bayah.

Tan Malaka menyambut Soekarno di Bayah

Pada bulan September tahun 1944, daerah Bayah kedatangan tamu istimewa yaitu Soekarno dan Hatta, tentu saja kedatangan kedua orang istimewa tersebut haruslah di sambut oleh masyarakat Bayah, maka diadakanlah acara penyambutan mereka, dan Tan Malaka menjadi salah satu anggota panitia penyambutan tersebut.

Dalam acara penyambutan tersebut Soekarno berpidato di hadapan para Masyarakat Bayah yang di hadiri juga oleh kewedanan Bayah atau Camat Bayah, dalam pidato tersebut Soekarno dengan gaya khas pidatonya menyampaikan kepada masyarakat di situ bahwa Indonesia dan Jepang akan bersama-sama mengalahkan Sekutu, jika sekutu berhasil dikalahkan maka Jepang akan memberikan kemerdekaan terhadap Indonesia.

Maka dari itu Soekarno meminta kepada romusha penambang batu bara di sana untuk meningkatkan produksi batu bara untuk keperluan Jepang di perang Pasifik menghadapi sekutu dan mengebut pengerjaan jalur rel kereta api Bayah-Saketi.

Setelah selesai pidato Soekarno, sang moderator memberikan kesempatan bagi para hadirin untuk bertanya, tetapi setiap orang yang bertanya kepada Soekarno selalu di ejek oleh moderator dan Camat di sana, ejekan itu seakan akan merendahkan para masyarakat.

Perlakuan dari moderator tersebut membuat Tan Malaka merasa geram, sontak ia pun bertanya : apa sebaiknya kemerdekaan Indonesia diraih dengan kemerdekaan mutlak?

Lalu Soekarno menjawab bahwa kita sebagai bangsa Indonesia harus menghormati jasa Jepang yang telah berhasil mengusir Belanda dan sekutu, kemudian pernyataan Soekarno tersebut dibantah oleh Tan Malaka, menurutnya perjuangan rakyat memiliki semangat yang besar dan lebih menjamin kemerdekaan Indonesia dari pada yang dijanjikan Jepang.

Disini Soekarno terlihat jengkel sekali dengan Tan Malaka karena sepanjang pidatonya di daerah-daerah Jawa lainya ia tidak pernah didebat seperti itu, apalagi ia berpidato didaerah pesisir yang terpencil, perlu diketahui bahwa saat itu Soekarno tidak mengetahui orang yang mendebatnya tersebut adalah Tan Malaka karena penyamarannya tersebut.

Baca Juga :
Tokoh Pahlawan Kemerdekaan Dari Banten

Tan Malaka menyelesaikan Madilog di Bayah

Didaerah Bayah ini juga Tan Malaka menyelesaikan penulisan buku Madilog, buku tersebut ia tulis secara sembunyi-sembunyi dan setelah selesai ia menyembunyikan buku tersebut.

Buku Madilog ia tulis saat ia tinggal di Rawajati, Jakarta, disebuah gubuk kecil ia  menuangkan gagasan pemikirannya dalam sebuah buku termasyhur berjudul Madilog, buku itu ia tulis dari mulai sejak tanggal 15 Juli 1942 hingga tanggal 30 Maret 1943.

Madilog adalah karya murni sebagai bentuk pemikiran yang telah tersimpan selama bertahun-tahun didalam pikiran Tan Malaka, ia merangkum pemikirannya dan buku-buku yang pernah ia baca saat persinggahannya di beberapa negara, seperti Belanda, Singapura, dan Cina.

Selama masa penulisan buku Madilog, Tan Malaka selalu melakukan diskusi dengan beberapa pemuda, ia banyak bercerita perihal derita rakyat kecil dibawah penjajahan Jepang, tetapi aktivitas ia ini mengundang kecurigaan dari asisten wedana Pasar Minggu, bahkan sampai mendatangi dan menggeledah kediaman Tan Malaka.

Disaat penggeledahan tersebut si asisten wedana tidak menemui sesuatu apapun yang mencurigakan, itu karena tulisan buku Madilog Tan disembunyikan di sebuah kandang ayam, hingga akhirnya disaat Tan Malaka hijrah ke Bayah ia membawa buku tersebut dan meneruskan tulisanya hingga selesai di sana dan ia sembunyikan disana.

Baca Juga :
Sejarah Lengkap K.H Tb Ahmad Khatib Al-Bantani

Disaat setelah kemerdekaan Indonesia ia kembali tinggal di Jakarta namun ia kembali lagi ke Bayah untuk mengambil buku Madilog yang ia sembunyikan tersebut dan ia kenalkan 3 tahun setelah kemunculanya di publik.

Tan Malaka menginspirasi Romusha di Bayah

Pada awal bulan Juni 1945, Tan Malaka di undang oleh Badan Pembantu Keluarga Peta Rangkasbitung dalam rangka membicarakan kemerdekaan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa Tan Malaka sebagai Ilyas Husen dikirim ke Jakarta sebagai perwakilan Banten diacara konferensi Jakarta.

Konferensi Jakarta tersebut di gelar dengan tujuan untuk mempersatukan para pemuda dari Jawa, namun pertemuan tersebut gagal dilaksanakan karena mendapatkan hambatan dari Jepang, akhirnya di Jakarta Tan Malaka hanya bertemu dan ngobrol dengan Khaerul Saleh, Harsono Tjokroaminoto, B.M. Diah, dan Sukarni, nantinya Khaerul Saleh menjadi pengikut setia dan pimpinan Laskar Bambu Runcing yang di bentuk oleh Tan Malaka bersama Jendral Soedirman

Setelah kunjunganya ke Jakarta, Tan memilih balik kembali ke Bayah, sepulangnya itu ia dipindahkan tugasnya kekantor pusat untuk mencatat data para romusha.

Singkat cerita suatu saat Kembali ke Bayah, Tan pindah tugas ke kantor pusat dan mencatat data mengenai romusha.
Suatu ketika, Jepang mengumumkan rencana pemotongan jatah makan bagi para Romusha. Tan Malaka merasa keberatan dan ia memutuskan untuk berorasi didepan umum dan orasinya itu berhasil membuat Jepang membatalkan rencananya itu.

Dalam Pidato Tan Malaka tersebut menjadi penyebab terjadinya kerusuhan disana, banyak romusha yang melarikan diri dan melakukan mogok kerja, akibatnya membuat jepang kesal dan memutuskan untuk mencari tahu identitas asli Ilyas Husein, tetapi dalam penyelidikan tersebut mendapat hambatan karena masalah Jepang di perang dunia ke dua.

Dalam situasi genting yang dihadapi Jepang membuat pengawasan Jepang disana menjadi longgar, kesempatan itu dimanfaatkan oleh Tan Malaka untuk pergi ke Jakarta menghadiri acara konferensi pemuda sebagai perwakilan pegawai Tambang dan membawa surat pengantar untuk diberikan kepada Soekarno dan Hatta.

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, kegiatan penambangan didaerah Bayah berhenti, dan sejak agresi militer Belanda I, daerah Bayah menjadi porak poranda, dan sejak 1950 di Bayah dibangun sebuah Tugu Romusha untuk menghormati para romusha yang meninggal akibat kerja paksa tersebut, dan sebagai lambang pembebasan romusha yang dilakukan Tan Malaka.

Nah itulah jejak sejarah Tan Malaka di Bayah, jangan lupa share dan terus semangat mempelajari sejarah.